Fauzi Ananta

Official Website

Pages

Halo

Halo

Thursday, December 26, 2013

Deforestasi, Lakukan Terus Tanpa Henti

Beberapa saat yang lalu, aku menjadi panitia Dies Natalis Fisipol ke-58. aku termenung dan terdiam, bukan karena aku menjadi panitia, melainkan karena aku dihampiri oleh Mbak Ian, dan diberi tahu kalau aku baru saja memenangkan sebuah kaus yang diincar semua mahasiswa fisipol. Gotcha!
               

well, mungkin sebuah T-shirt biasa, but that motivate me, dude. yang mana dengan datangnya Mbak Rika sebagai perwakilan dari Greenpeace, semakin membuat dilema diriku, mau jadi jurnalis, aktivis, atau turun ke politik? 
others dont believe it, how can I win those prizes? but no problem, i like becoming underdog. Ini juga akan menjadi awal buatku, motivasi tersendiri buatku, what I want, I can get it. 
yeah, you know, I'm tired of being "anak bawang". this is what I want to show, but this is only the start, just wait some fuckin movement that I will make, and prepare urself to eat your own word, I'll be on top on a few next years. I promise.
well, ini essay yang saya buat, Enjoy!

         Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan [1]. Well, dari definisi hutan saja kita sudah mengetahui seberapa pentingnya hutan, yang biasa disebut sebagai jantung dari bumi ini. Memang harus diakui, kalau hutan mempunyai banyak manfaat, mulai dari pengatur  iklim, penghasil oksigen, hidrologi, atau bahkan hal yang tak disadari sekalipun, sebagai biodiversity terbesar.
source : Greenpeace.or.id

                Apalagi di Indonesia, yang seharusnya tergolong negara sangat makmur. Bayangkan saja, hutan di Indonesia seluas 109 juta hektar (2003), dan Indonesia juga pemilik hutan tropis terbesar ketiga, setelah Brazil dan Kongo. Kekayaan berlimpah didalamnya, 38 ribu jenis tanaman, 515 jenis mamalia (terbanyak di seluruh dunia), 511 jenis reptil, dan 1.531 jenis burung[2], seharusnya semakin menegaskan kalau Indonesia adalah negara yang makmur.                
Namun, realitasnya? Luas hutan yang tinggal setengahnya dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir membalikkan semua fakta yang ada. Diperparah dengan fakta yang menunjukkan kalau dalam kurun waktu 2000-2005, Indonesia kehilangan hutan dengan kecepatan 364 Lapangan sepak bola/jam[3]. Apa iya yang begini masih dibilang makmur?
Apa sih penyebabnya? Sebuah pertanyaan wajar untuk negeri kita, Indonesia. deforestasi, atau biasa disebut penggundulan hutan, adalah penyebabnya. Deforestasi yang telah marak sejak 1970 memang semakin berkembang pesat. Sama seperti kemajuan teknologi yang semakin canggih dari zaman ke zaman. Dan sudah diperkirakan hutan Indonesia tersisa tinggal 28%[4]. Dan tinggal menunggu waktu saja untuk punah.
Every action has its own causes. Deforestry is not the exception. Penebangan liar, kebakaran hutan, konversi hutan, yang dilakukan oleh manusia menjadi penyebabnya. But let ‘em took all the trees, and do everything they wanted. Karena memang, It will cause some effects, seperti bertambahnya jenis populasi dan iklim yang mendukung.
Bertambahnya jenis populasi, well,I know you are confuse with that statement. But don’t judge it, because I haven’t finish it yet. Bertambahnya jenis populasi, hewan yang terancam punah. Yeah, that’s fuckin right, fellas? Yak, hewan-hewan di Indonesia memang terancam punah karena kegiatan deforestasi. Terutama harimau dan orang utan. Bahkan, eksistensi harimau di Sumatera patut dipertanyakan, karena hanya tersisa kisaran 400 ekor.
Tapi siapa sangka? Kalau mereka yang hampir punah punya manfaat? Yak, kepunahan mereka memang bermanfaat, untuk manusia. Terutama untuk penjual ilegal, yang mengambil manfaat dengan mahalnya kulit dari harimau. Atau pelaku illegal logging, yang tak mementingkan habitat dari hewan tersebut dan lebih mementingkan sisi materialisme. Atau suatu hal yang tidak kita sadari? Kalau kita (masyarakat) juga senang dengan kepunahan dari hewan tersebut. hal tersebut dibuktikan dengan kita yang menggunakan produk dengan semena-mena tanpa memperdulikan semua berasal dari sawit, yang notabene telah merusak hutan di Indonesia. atau kebodohan kita yang senang dengan habisnya harimau, sehingga tidak ada yang menyerang perkampungan lagi? Well, that’s just a people with dumb perspective. Karena kita tahu, untuk apa mereka ke perkampungan kalau kita tak merusak kampung mereka? So, who did it first? Yeah, I can speak it loudly, we are the creator of every problem.
Namun, patut digarisbawahi, penyebab terbesar deforestasi, yang memusnahkan fauna, adalah keberadaan perusahaan besar penyambung nafas Indonesia. kenapa demikian? Yak, tak bisa dipungkiri, Indonesia adalah pemilik potensi alam terbesar, dan sebagian besar berada di hutan. Dan untuk memuluskan cara tersebut, hanya ada satu cara, buka hutan tersebut. Is it dumb ways to live or to die?
Tak usah dibayangkan, perusahaan besar seperti AAP, raksasa Pulp dan kertas, telah mengkonsumsi 1.150 hektar hutan hanya tahun ini[5]! Dan itu jelas mengancam eksistensi harimau sumatera. That’s why I don’t ask you to imagine it, because it is a fact, and you can see it on youtube.
Source:Google.com + CS3
Atau kebodohan Bumitama yang mau dikangkangi oleh Wilmar, dan menghabiskan nyawa dari Indonesia hanya untuk perluasan sawit. Totally fail. Wilmar yang telah menghabiskan populasi harimau sumatera, dibantu dengan Bumitama, di Kalimantan Barat, yang menghabiskan populasi orang utan. Yeah, we know, oil palm can fix our economics side. But don’t you dare to think every effects that you made?

 Source : GreenPeace.or.id
Well, another effects that deforestry made. Iklim yang mendukung. Untuk siapa? Yak, cuaca yang ekstrem, memang menguntungkan. Untuk beberapa pihak. Petani misalnya, dengan cuaca panas, sawah mereka semakin hijau kan? Atau ibu rumah tangga, yang senang dengan cuaca panas, karena cucian cepat kering. But, I must say it once again, that’s only for people with dumb perspective.
Just look at the reality. Pohon ditumbangkan, menjadi gong mulainya cuaca ekstrem. Kekeringan melanda dimana-mana. Semua makhluk hidup jadi korbannya. Mulai dari flora, fauna, bahkan manusia sekalipun. Atau bencana lain, seperti banjir, yang disebabkan ketidakmampuan tanah melakukan absorbsi air yang datang dari langit, sehingga menyebabkan banjir. Atau bencana angin taifun yang melanda, seperti yang terjadi di Filipina akhir-akhir ini, taifun haiyan menyerang dan menghancurkan pulau Layte[6].
Pemerintah yang bergerak lamban dan dinilai kurang tegas, memang jadi masalah terbesar. Dibuktikan dengan gagalnya sidang iklim PBB di Qatar yang menyebabkan protes bergelombang dari berbagai pihak, tak terkecuali GreenPeace. Dan juga pemerintah yang dinilai kurang tegas dalam menghukum pelaku deforestasi, dan cenderung mendukung mereka, karena memberi profit besar dalam keuangan mereka.
But what can we do? Are we just sit and talk each other like nothing happen? Well, it’s your decision. Kita bisa berkampanye, bahkan dari hal kecil sekalipun. Media sosial misalnya, efektifkan penggunaan media sosial, seperti Facebook, Twitter, Path, masa iya dipake hanya untuk update kayak ababil baru megang teknologi? Why don’t use it for better options? Seperti kritisi kebijakan mereka, dan membuat mereka selalu tertekan. simple, but totally useful. Bukan omong kosong, Unilever yang selalu tertekan mulai mengikuti kebijakan Nestle, deforestasi nol, yang menunjukkan kalau mereka tidak akan menghancurkan hutan.

Source : GreenPeace.or.id
Or you can do some unforgetable moment, to get another awareness. Well, this is what GreenPeace always did. Kasus Wilmar misalnya, mereka membentang karpet bercorak harimau sembari merobeknya. Bentuk protes ke Wilmar yang terus merusak habitat mereka tanpa ampun. Atau aksi menutup mulut dengan perekat sebagai bentuk protes terhadap ditahannya salah satu aktivis GreenPeace di Rusia, beberapa waktu lalu.
But there is the most important point. kerja sama dari lembaga juga dibutuhkan. Masa iya aktivis yang mengkritisi kebijakan pemerintah Rusia yang mengebor es Arktik, malah ditangkap. Walau sempat mendapat kecaman dari Ban Ki-Moon, tetap saja, hal tersebut memang jauh dari peri kemanusiaan.
Yeah, you must realize it, you must act. We need your voices, GreenPeace need your voice, and I promise I’ll be there to be their voice in a few next year. See ya, Mbak Rika!

Source : www.google.com



[1] UU RI No. 41 th. 1999 tentang kehutanan
[2] WWF Indonesia
[3] WWF Indonesia
[4] WWF Indonesia
[5] GreenPeace
[6] GreenPeace

0 comments:

Post a Comment